Perjalanan demokrasi Indonesia menemui tonggak sejarah baru di tahun 2019 karena di tahun ini dilaksanakan pemilu serentak (concurrent elections) untuk pertama kalinya.

Pemilu serentak itu rencananya akan dilaksanakan pada Rabu, 17 April 2019.

Di hari itu, masyarakat Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif sekaligus pada lima kertas suara. Anggota legislatif yang dimaksud adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pusat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pemilu serentak ini dilaksanakan di bawah rezim Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No 7/2017).

Terdapat dua hal yang patut diapresisasi dari UU No.7/2017 ini. Pertama, dalam penyusunannya, UU No.7/2017 termasuk salah satu peraturan yang cukup inklusif melibatkan banyak pihak untuk memberikan masukan. Meskipun, pada isu yang cukup krusial, panitia khusus (Pansus) UU Pemilu cenderung tertutup. Kedua, dalam UU No.7/2017, ruang pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu meluas secara signifikan.

Ditandai dengan ditambahnya waktu penanganan pelanggaran dan kewenangan dari Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Meluasnya ruang pengawasan ini diharapkan dapat mengurangi pelanggaran dan kecurangan yang dapat terjadi. Minimnya pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu menjadi salah satu syarat penting dalam meningkatkan kualitas pemilu sebagai insturmen demokrasi.

Pemilu serentak 2019 akan diikuti 16 partai politik, ditambah 4 partai politik lokal di wilayah provinsi Aceh. Di bursa pencalonan anggota legislatif akan dihasilkan 575 anggota DPR pusat, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD Kabupaten/Kota.



Sedangkan di bursa pencalonan eksekutif, rematch Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, yang mengulang persaingan di Pemilu 2014 tidak terhindarkan, mengingat partai politik gagal memunculkan poros ketiga. Meskipun rematch, baik Jokowi maupun Prabowo menggandeng calon wakil presiden yang tidak sama dengan pemilu yang lalu.

Kali ini Jokowi berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin, dan Prabowo berpasangan dengan pengusaha Sandiaga Uno yang sebelumnya menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Banyak isu yang telah diangkat oleh masing-masing tim pemenangan kandidat presiden dan wakil presiden untuk menarik simpati 185,7 juta calon pemilih.

Beberapa di antaranya adalah isu perempuan (emak-emak vs ibu bangsa) dan kaitannya dengan ekonomi, pemilih milenial, ulama dan politik, hingga politisasi SARA dan identitas. Dengan kecenderungan intoleransi politik yang cukup menguat belakangan ini di Indonesia, isu terakhir yang disebut tentu dapat mengancam demokrasi yang telah tumbuh selama kurun waktu 20 tahun.

Rasionalitas dan keterlibatan masyarakat dalam mengawasi proses Pemilu Serentak 2019 sangat dibutuhkan.

Selain itu, terlepas bahwa Pemilu Serentak 2019 adalah tonggak baru sejarah demokrasi Indonesia, keterbukaan pemerintah untuk terus memperbaiki sistem pemilu juga diperlukan. Hal ini penting agar Indonesia tidak hanya melaksanakan demokrasi secara prosedural, tetapi juga substansial.

Kredit foto: Times Indonesia

Oleh: Dini Suryani