Tayang pada 2 Oktober 2019 kemarin di Indonesia, film Joker yang sebelumnya telah mendapatkan penghargaan Golden Lion di Venice Film Festival 2019 ini langsung menyita perhatian khalayak luas.

Menyuguhkan origin story dari musuh bebuyutan Batman yang paling gila, film ini menyajikan ceritanya dengan visual yang suram dan pengadeganan yang membuat kita cenderung merasa tidak nyaman.

Sang sutradara Todd Phillips amat piawai dalam memainkan emosi penonton hingga dibuat berpikir apa yang dilakukan oleh Joker itu benar atau salah. Terlebih, aktor Joaquin Phoenix yang memerankan Arthur Fleck/Joker, mendapat pujian dari para penonton dan kritikus atas kepiawaiannya dalam berakting.

Sumber: NewYorker.com


Film ini mendapatkan skor 70 persen di critic rating Rotten Tomatoes dan 58 persen pada situs aggregator Metacritic. Di Indonesia, film Joker memiliki rate usia penonton untuk 17 tahun ke atas. Maka dari itu, orang tua sangat tidak disarankan untuk mengajak anaknya menonton film ini.

Namun, apa sih yang membuat Joker tidak layak untuk ditonton mereka yang belum dewasa?

Singkatnya, film ini menunjukkan lahirnya seorang penjahat super karena tekanan dari banyak pihak di sekitarnya, baik masyarakat maupun pemerintah. Banyak adegan yang menunjukkan kekerasan di film ini, seperti adegan di awal film saat Arthur Fleck ditendang dan diejek secara verbal oleh segerombolan anak kecil.


Selain itu, ada juga adegan di mana Joker membalaskan dendam pada orang yang menyakitinya dengan membunuhnya, sebagai bentuk "perlindungan diri". Tidak hanya menggunakan pistol, namun juga benda tajam seperti gunting.

Pembunuhan tersebut dilakukan secara gamblang di depan kamera, sehingga menimbulkan perasaan “disturbing” bahkan pada penonton dewasa sekalipun. Bila anak-anak yang berumur kurang dari 17 tahun menonton film ini, bukan tidak mungkin mereka akan mengalami trauma mental.


Sumber: Newsweek.com


Lebih ditakutkan lagi, anak-anak yang menonton Joker tanpa bimbingan dan pendidikan yang didapat oleh orang dewasa akan rentan untuk meniru kekerasan yang dilakukan oleh sang penjahat yang dijadikan tokoh utama tersebut.

Jane Cindy Linardi, M.Psi, P.si, CGA, psikolog di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya, saat diwawancara oleh Orami Parenting, menyarankan agar orang tua mencegah anak dari tontonan yang mengandung kekerasan, termasuk Joker.

"Walaupun tidak semua anak yang menonton pasti akan meniru, tapi sebaiknya cegah dengan tidak memperlihatkan adegan-adegan kekerasan pada anak, yang menurut saya cukup brutal di film Joker, terutama adegan pembunuhannya," begitu kata Jane.

Apakah kamu sudah menonton Joker? Bagaimana pendapatmu? Apakah kamu setuju bahwa film ini tidak boleh ditonton anak-anak?

Kredit Foto: Warner Bros
Sumber: parenting.orami.co.id

Oleh: Tommy Pranama