Bagi masyarakat muda Indonesia, band-band indie dengan genre folk memang sedang berada pada masa kejayaan mereka. Pasalnya, genre musik yang awalnya masih kalah apabila dibandingkan dengan genre pop ini sekarang telah menunjukkan daya tariknya sendiri dengan ciri khas tersendiri.

Bukan hanya karena musiknya yang terkesan sederhana namun membuat pendengar merasa nyaman, kebanyakan musik folk yang dihadirkan oleh band indie Indonesia juga muncul dengan ciri khas yang terletak pada lirik lagu yang disampaikan.

Ketika lirik lagu musik pop pada awalnya masih berbau cinta-cintaan dengan pemilihan kata yang terkesan terlalu gamblang, pemusik indie dengan genre folk hadir sebagai penyegar dengan lirik mereka yang lebih penuh makna.

Lirik-lirik lagu seperti ‘aku mencintaimu selalu’ kini tergantikan dengan lirik yang lebih puitis seperti ‘aku ingin berjalan bersamamu, dalam hujan dan malam gelap’.

Tak hanya itu, topik yang dibawa oleh pemusik folk di Indonesia pun terkesan lebih bervariasi dan tidak melulu soal percintaan.



(Payung Teduh)

Kita bisa menjumpai berbagai macam topik mulai dari lagu yang bertopik percintaan seperti yang ada pada lagu Akad karya Payung Teduh hingga topik yang menyinggung isu sosial seperti pada lagu Ini Judulnya Belakangan karya Nosstress.

Tak jarang, masyarakat muda Indonesia juga mulai menyukai lirik-lirik yang lebih sederhana namun penuh cerita. Hal ini dibuktikan oleh Silampukau yang telah bertahun-tahun melalang-buana di dunia permusikan Indonesia dengan genre folk sebagai ciri khas mereka.

Duo yang digawangi oleh Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening ini berusaha untuk menceritakan gambaran Kota Surabaya dalam lirik-lirik lagu yang mereka ciptakan.

Dilatarbelakangi oleh masa tumbuh besar mereka di Surabaya yang telah mereka anggap rumah sendiri, Eki dan Kharis memilih untuk mengangkat tema-tema sosial yang menceritakan kehidupan sehari-hari di Surabaya.

(Lirik milik karya Silampukau punya ceriteranya tersendiri)

Lirik lagu seperti, ‘Gelanggang ganas 5: 15, di Ahmad Yani yang beringas. Sinar kuning merkuri: pendar celaka akhir hari. Malam jatuh di Surabaya’ dalam lagu Malam Jatuh di Surabaya memberikan kesan bahwa duo pemusik folk tersebut tidak hanya ingin menyanyikan lagu namun juga ingin bercerita macetnya Jalan Ahmad Yani di kota mereka, yaitu Surabaya. Ciri khas ini yang kemudian menjadikan penggemar Silampukau terpesona dengan duo kegemaran mereka tersebut.

Kegemaran masyarakat muda Indonesia terhadap lirik-lirik yang variatif, puitis, namun sederhana ini tidak terlepas dari bagaimana masyarakat muda Indonesia saat ini sedang dilanda oleh tren yang terdapat unsur puisi di dalamnya.

Berbagai macam hal yang disangkutkan dengan kata-kata puitis seperti ‘senja’, ‘kopi’, dan ‘hujan’ pasti akan menarik banyak perhatian kalangan muda Indonesia.

Kata-kata tersebut jugalah yang sering menghiasi lirik-lirik musik folk di Indonesia sehingga band-band dengan genre folk terus menerus digemari oleh mereka yang menyukai lirik-lirik sederhana namun penuh puisi dan makna.

Tentu, ada juga mereka yang menggemari genre folk karena memang menyukai genre tersebut.

Tapi, layaknya tren musik pada masa-masa sebelumnya, tetap akan ada orang yang nantinya bisa saja berpindah kegemaran apabila tren kata-kata puisi telah menghilang dan digantikan oleh tren lain yang akan berpengaruh pula pada tren musik selanjutnya.

Instagram: SilamPukau, Payung Teduh

Oleh: Rahina Adani