Prabowo Subianto adalah sebuah nama yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Pada Pemilu 2009 dan 2014 ia mencalonkan diri menjadi wakil presiden dan presiden secara berturut-turut. Pada pemilu serentak 2019, Prabowo Subianto mencalonkan dirinya kembali sebagai presiden. Sebelum masyarakat Indonesia menentukan pilihan pada tanggal 17 April 2019 nanti, ada baiknya kita mengenal lebih dekat sosok calon presiden dengan nomor urut 02 ini.

Berpindah-pindah Dari Negara yang Satu ke Negara Lain



Prabowo Subianto Djojohadikusumo atau lebih dikenal dengan Prabowo Subianto lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951. Orang tuanya bernama Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Ayah) dan Dora Marie Sigar (Ibu). Ayahnya adalah pakar ekonomi yang banyak berkiprah di jaman Orde Lama dan Orde Baru sebagai menteri. Sumitro pernah menjadi Menteri Industri dan Perdagangan serta Menteri Keuangan di masa pemerintahan Sukarno.

Sedangkan di masa pemerintahan Suharto, Sumitro pernah menjadi Menteri Negara Riset. Prabowo memang berasal dari kalangan elite. Kakeknya, Raden Mas Margono Djojohadikusumo, adalah pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) dan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Oleh karena situasi politik yang kurang kondusif di masa Orde Lama, Sumitro yang berselisih dengan Sukarno memboyong keluarganya ke Singapura pada tahun 1958. Pada 1962 keluarga Prabowo pindah lagi ke Hong Kong dan kemudian ke Malaysia pada tahun 1964, tepatnya di Kuala Lumpur. Semasa keluarga Prabowo tinggal di Kuala Lumpur, terjadi konfrontasi antara Malaysia dan Indonesia. Sumitro yang terang-terangan membela Indonesia (walaupun menentang Sukarno), akhirnya membawa keluarganya ke Swiss.

Di negara ini Prabowo bersekolah di American International School yang membuatnya belajar Bahasa Jerman dan Prancis. Keluarga Sumitro berniat meminta suaka ke negara itu, tetapi ditolak. Akhirnya mereka memutuskan pindah ke Inggris karena pemerintah Inggris memperbolehkan keluarganya tinggal secara permanen di sana. Prabowo melanjutkan sekolahnya di American International School hingga tahun 1968.

Karir dalam Militer: Antara Prestasi dan Kontroversi

Prabowo dan keluarganya kembali ke Indonesia ketika usianya 16 tahun. Prabowo yang hidupnya banyak dihabiskan di luar negeri sedikit demi sedikit diperkenalkan oleh ayahnya dengan situasi masyarakat Indonesia. Ia ikut berpartisipasi aktif dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan ayahnya yang merupakan aktifis sosialis.

Prabowo bahkan ikut mendirikan lembaga swadaya masyarakat bernama Lembaga Pembangunan. Ia juga berniat untuk mengumpulkan anak-anak petinggi Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang mana orang tuanya aktif di sana. Akan tetapi, niatnya terhenti karena pada usia 19 tahun, tepatnya di tahun 1970, Prabowo memutuskan untuk masuk ke pendidikan militer di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jawa Tengah. Padahal ia sudah diterima di University Colorado dan George Washington University, Amerika Serikat.

Pada tahun 1974, Prabowo lulus dari sekolah militer dan memulai karirnya dengan bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD). Karirnya melejit dan menduduki jabatan Komandan Peleton Para Komando Group-1, Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur.

Pasca kembali dari Timor Timur, di tahun 1983, ia dipercaya mengemban jabatan sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Kopassus TNI AD. Prabowo juga pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara, setelah menyelesaikan pelatihan “Special Forces Officer Course” di Fort Benning, Amerika Serikat.

Di masa yang sama dengan prestasinya dalam militer, ia menikah dengan anak Presiden Suharto, Siti Hediyati Hariyadi atau biasa disapa dengan nama Titiek Suharto, pada tahun 1983. Ini menjadikannya menantu dari orang nomor 1 di Indonesia pada masa Orde Baru. Mereka dikaruniai seorang anak bernama Ragowo Didiet Hediprasetyo (Didiet Prabowo) yang tumbuh besar di Boston, Amerika Serikat. Saat ini Didiet tinggal di Paris sebagai seorang desainer.

Di tengah karirnya yang melejit, Prabowo juga diliputi berbagai macam kontroversi. Pada tahun 1983, ia diduga pernah mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer sebagaimana yang diceritakan oleh Letjen Sintong Panjaitan dalam bukunya Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (Kompas, 2009).

Pada tahun 1990-an, Prabowo dikaitkan dengan sejumlah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor Timur. Di tahun 1995, ia juga diduga menggerakkan pasukan illegal atau pasukan ‘ninja’ yang melakukan aksi teror ke warga sipil. Dalam buku biografi Prabowo yang ditulis Femi Adi Soempeno (Prabowo: Ksatria Pengawal Macan Asia, Galangpress, 2012), Prabowo juga pernah mengirim pasukan illegal ke Aceh. Namun Prabowo sudah membantah semua tuduhan itu. Di tahun 1995, ia diangkat menjadi Komando Jenderal Kopassus.

Pada tahun 1997, ia diduga yang mendalangi penculikan dan penghilangan paksa setidaknya 13 orang para aktifis pro-reformasi, di antaranya Widji Thukul, Herman Hendrawan, dan Petrus Bima yang hingga kini belum ditemukan. Ia juga dituduh mendalangi kerusuhan Mei 1998 berdasarkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta.



Dugaan motifnya adalah Prabowo ingin mendiskreditkan Panglima ABRI (sekarang TNI) atau Pangab Wiranto untuk mendapat simpati dan wewenang lebih dari Presiden Suharto jika ia mampu memadamkan kerusuhan.

Pada tahun 1998 itu pula, menurut Presiden BJ Habibie dalam bukunya Detik-Detik yang Menentukan (THC Mandiri, 2006), Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan tentara ke kediaman Habibie untuk melakukan kudeta. Oleh karena subordinasi itulah Prabowo dipecat oleh Pangab Wiranto atas instruksi Habibie.

Tetapi kesaksian Habibie itu sebenarnya problematik karena sesungguhnya Wirantolah yang memerintahkan pasukan Kopassus untuk mengawal rumah-rumah presiden dan wakil presiden. Perintah itu disampaikan pada briefing komando 14 Mei 1998. Informasi ini diperkuat juga dengan perintah tertulis kepada komandan senior, salah satunya Sjafrie Sjamsoeddin, yang menjabat Pangdam Jaya pada waktu itu.

Prabowo, dalam buku biografinya, mengatakan bahwa ia bisa saja melakukan kudeta pada hari-hari kerusuhan pada saat pecahnya reformasi itu. Tetapi yang terpenting adalah ia tidak melakukannya.

Pebisnis Sukses


Karir militernya yang kandas membuat Prabowo beralih mengikuti jejak sang adik, Hasim Djojohadikusumo, dengan menjadi pengusaha. Ia membeli perusahaan kertas milik Bob Hasan, seorang pengusaha yang dekat dengan Suharto. Perusahaan yang terletak di Mangkajang, Kalimantan Timur itu kini bernama Kertas Nusantara.

Usahanya berkembang menjadi Nusantara Group yang membawahi setidaknya 27 perusahaan di dalam dan luar negeri. Beberapa perusahaannya bergerak di bidang perkebunan, kelapa sawit, tambang dan batu bara.

Bisnis Prabowo telah berhasil mengumpulkan pundi-pundi yang menjadikannya kandidat calon presiden dan wakil presiden yang terkaya baik di pemilu 2009, 2014, dan 2019. Ia memiliki 84 ekor kuda istimewa yang harganya cukup mahal dan sejumlah mobil mewah.

Dari Pemilu ke Pemilu: 2009, 2014, dan 2019



Kesuksesannya dalam berbisnis tidak menghentikan Prabowo mewujudkan kembali cita-citanya untuk mengabdi pada rakyat Indonesia. Kali ini ia memilih jalan politik. Kiprah Prabowo dalam politik elektoral dimulai sejak 2004, dimana ia menjadi bakal calon presiden dalam konvensi Partai Golkar. Ia lolos hingga putaran akhir, tetapi harus legowo karena pada akhirnya Wiranto memenangkan konvensi tersebut.

Pada tahun 2009, karena Partai Golkar sudah tidak bisa lagi mewakili kepentingannya, Prabowo mendirikan partai sendiri yang diberi nama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ia menjadi wakil calon presiden mendampingi calon presiden Megawati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Akan tetapi, ia kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Boediono yang memenangkan Pemilu 2009 itu.

Pada tahun 2014, Prabowo menggandeng Hatta Rajasa, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai calon wakil presidennya dalam pemilihan presiden. Ia melawan Joko Widodo dari PDIP dan Jusuf Kalla dari Partai Golkar. Sayangnya Prabowo harus menelan pil pahit kekalahan dengan margin yang cukup tipis dalam kompetisi head-to-head itu.

Dalam Pemilu Serentak 2019, Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai calon presiden dengan menggandeng mantan wakil gubernur Sandiaga Uno, yang juga seorang pengusaha. Ia harus menghadapi rematch dengan melawan kembali Joko Widodo yang kali ini berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin yang berlatarbelakang organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Kepemimpinan Prabowo: Tegas dan Berwibawa tetapi Kurang Paham Pemerintahan



Melihat kisah pribadi, capaian karier dan prestasi, penting untuk menganalisis kepemimpinan Prabowo, mengingat ia adalah salah satu capres dalam Pemilu Serentak 2019. Mengenai kepemimpinan Prabowo, ada tiga poin yang bisa dilihat.

Pertama, dengan karirnya yang panjang dalam militer, sudah pasti Prabowo adalah orang yang sangat tegas. Apalagi ia pernah memimpin satuan pasukan khusus yang mengemban tugas dalam situasi yang sulit. Tanpa ketegasan, mustahil ia bisa menyelesaikan tugasnya sebagai pemimpin.

Kedua, Prabowo juga dinilai memiliki wibawa sebagai pemimpin. Wibawa sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin, khususnya presiden, agar tidak mudah diintervensi pihak lain dalam pengambilan keputusan. Kewibawaan Prabowo ini sangat mungkin terbentuk karena karirnya yang panjang di militer.

Ketiga, meski Prabowo dinilai tegas dan berwibawa, ia dinilai masih kurang paham dalam masalah pemerintahan. Bagaimanapun, presiden adalah jabatan sipil, yang mayoritas tugasnya akan menyelesaikan masalah-masalah masyarakat sipil.

Karirnya yang panjang dalam militer membuatnya kurang memahami permasalahan pemerintahan yang ada, terbukti dalam beberapa kali debat capres yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rangka kampanye Pemilu Serentak 2019.

Akan tetapi, kekurangan Prabowo ini diharapkan bisa diisi oleh Sandiaga Uno yang lebih pengalaman menjadi wakil gubernur DKI Jakarta, meskipun hanya sebentar.

Dari pemaparan di atas, silakan nilai sendiri apakah Prabowo pantas menjadi Presiden Indonesia 2019-2024.

Instagram: Prabowo Subianto

Oleh: Dini Suryani