Joko Widodo: Dari Tukang Gergaji Hingga Presiden
Joko Widodo, siapa saat ini yang tidak mengenal nama tersebut? Presiden ke-7 Republik Indonesia ini terpilih dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014. Pada pemilu serentak 2019, Joko Widodo mencalonkan dirinya kembali sebagai presiden.
Dulu Hidup Kekurangan, Berbisnis Meubel Kemudian
Situasi ini memaksanya memiliki pengalaman mencari uang sendiri dengan berdagang, menjadi kuli panggul, bahkan ojek payung dilakoninya. Berbekal keahlian tukang kayu dari ayahnya yang memang seorang penjual kayu, Jokowi pada usia 12 tahun pernah pula bekerja sebagai tukang gergaji.
Beruntung, setelah lulus dari SMA Negeri 6 Surakarta, Jokowi masuk ke salah satu universitas yang ternama di Indonesia, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, khususnya di Fakultas Kehutanan.
Dua tahun kemudian, dengan berbekal pengetahuan selama sekolah di Jurusan Kehutanan, pengalaman kerja di Aceh, dan bekerja dengan pamannya, pada tahun 1988, Jokowi memberanikan diri untuk membangun bisnis kayu miliknya sendiri. Ia memberi nama usahanya itu CV Rakabu, diambil dari nama anak pertamanya Gibran Rakabuming Raka yang lahir di tahun yang sama.
Bisnis kayu, khususnya meubel yang dimiliki Jokowi berjalan cukup sukses, walaupun sempat mengalami kerugian akibat penipuan. Salah satu titik penting dalam bisnisnya adalah pertemuannya dengan seorang berkebangsaan Jerman, Micl Romaknan, yang menjadi rekanannya hingga Jokowi bisa mengekspor meubel ke Eropa.
Dari Solo, Jakarta, hingga Indonesia
Inspirasi yang didapat Jokowi dari Eropa menjadi pegangannya untuk membenahi Kota Solo. Tidak hanya menata infrastruktur, ia juga melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) dengan cara relokasi.
Kinerja Jokowi – FX Hadi yang dinilai memuaskan bagi masyarakat Solo, mengantarkan mereka berdua memenangkan kembali pilkada Walikota Solo pada tahun 2010. Kemenangan tersebut merupakan salah satu kemenangan pilkada yang paling fenomenal di Indonesia, dimana raihan suara yang diperoleh Jokowi – FX Hadi mencapai hampir 100%, yaitu 90,09%.
Sosoknya yang mendapat perhatian karena kinerjanya yang cukup baik, menarik perhatian elite partai politik di Jakarta. Jokowi kemudian di tahun 2012 meninggalkan Solo dan maju bersama Basuki Tjahaja Purnama (atau Ahok) dalam pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta.
Selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi menjalankan berbagai kebijakan yang mewakili kepentingan rakyat biasa, atau sering disebut juga dengan kebijakan yang populis.
Penataan kampung dan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) juga dilakukannya. Selain itu, dalam masa kepemimpinannya sebagai gubernur ia juga melakukan pembenahan transportasi dengan menambah armada Transjakarta dan melaksanakan proyek Mass Rapid Transit (MRT).
Serangkaian kinerja Jokowi yang dianggap baik, mengantarkannya menjadi salah satu kandidat The World Major 2014. Penghargaan walikota terbaik dunia itu, sebelumnya pernah dimenangkan Jokowi di 2012 (peringkat ketiga) ketika masih menjabat sebagai Walikota Solo.
Kinerjanya yang cukup baik ini juga membuat namanya masuk ke dalam bursa pencalonan presiden pada tahun 2014. Setelah 1,5 tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi maju bersama Jusuf Kalla, politisi Parta Golongan Karya (Golkar) sebagai kandidat presiden dan wakil presiden.
Pilpres 2014 merupakan pilpres yang cukup bersejarah juga bagi Indonesia, karena hanya memunculkan dua pasang kandidat secara head to head. Pemungutan suara yang dilaksanakan pada 9 Juni 2014 menghasilkan pemenang presiden dan wakil presiden Jokowi-Jusuf Kalla dengan 53,15% suara.
Sebagai presiden, Jokowi melakukan berbagai kebijakan. Di bidang keamanan, Jokowi dinilai sigap dalam pemberantasan terorisme melalui pengesahan UU Terorisme. Di bidang ekonomi, Jokowi berhasil menjadikan sektor pariwisata sebagai primadona baru Indonesia.
Tetapi kinerja Jokowi sebagai presiden bukannya tanpa ketidakpuasan. Fokusnya yang besar terhadap infrastruktur menuai kritik dari banyak kalangan karena mempengaruhi keseimbangan APBN.
Meskipun masih mengundang banyak kritik, berbagai survei menunjukkan bahwa pada dasarnya puas terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden.
Kepemimpinan Jokowi: Problem Solver tetapi Kurang Tegas
Pertama, dengan pengalamannya yang panjang menjadi walikota, gubernur hingga presiden sederet capaian positif dan prestasi, sangat jelas terlihat bahwa ia cukup memiliki pemahaman dalam mengatasi permasalahan dalam pemerintahan (problem solver).
Kedua, Jokowi juga diketahui jujur dan bebas dari korupsi dan nepotisme. Salah satu contohnya adalah orang-orang terdekatnya, misalnya ketiga anaknya, tidak mendapatkan proyek dari negara selama dia memimpin. Padahal tradisi nepotisme sudah mengakar kuat dalam kepemimpinan di Indonesia.
Ketiga, hal lainnya adalah sebagai pemimpin, Jokowi cukup bisa diterima berbagai kalangan. Penerimaan yang luas ini bisa jadi disebabkan oleh latar belakang Jokowi sendiri yang berasal dari orang biasa, sehingga ia memiliki pendekatan yang berbeda dengan elite politik kebanyakan yang berasal dari stratifikasi sosial lebih tinggi.
Keempat, meskipun Jokowi dinilai baik, karakter pemimpin yang tegas dan tidak mudah diintervensi pihak lain kurang menonjol dari dirinya. Banyak yang menilai bahwa Jokowi adalah ‘boneka’ Megawati, pimpinan PDIP.
Dari pemaparan di atas, silakan nilai sendiri apakah Jokowi sosok yang pantas untuk memimpin kembali Indonesia pada 2019-2024.