Sosok Jacinda Ardern adalah manusia yang paling sibuk dan menjadi pusat perhatian saat ini.

Pasca tragedi penembakan brutal di dua masjid di Kota Christchurch, New Zealand tanggal 15 Maret 2019, wanita berusia 39 tahun itu bukan sahaja sangat terpukul, tetapi sedang memastikan bahawa tragedi seumpama itu tidak akan berulang lagi di negara yang belum sampai dua tahun di bawah jajaran pimpinannya.

Tindakan Ardern yang pantas mengurus polemik dan ketulusan terhadap keluarga korban malah menuai pujian dari seluruh dunia termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Dilansir dari DetikNews.com, Erdogan menyampaikan pujiannya dalam tulisan editorial opini pada surat kabar terkemuka Amerika Serikat (AS), The Washington Post.

Erdogan menyerukan kepada seluruh pemimpin negara-negara Barat untuk belajar dari Ardern.

"Seluruh pemimpin negara-negara Barat harus belajar dari keberanian, kepemimpinan, dan ketulusan Perdana Menteri New Zealand Jacinda Ardern dalam merangkul umat Islam yang tinggal di negara mereka," sebut Erdogan dalam tulisannya, seperti dilansir media lokal New Zealand Herald, Rabu (20/3/2019).



Banyak sifat sifat pemimpin wanita itu menjadi inspirasi dan menuai apresiasi. Ia antaranya apabila Ardern berikrar untuk tidak akan menyebut nama pengganas asal Australia, Brenton Tarrant, 28, sewaktu berucap di depan parlemen pada Selasa (19/3/2019) lalu.

"Anda semua tidak akan pernah mendengar saya menyebut namanya. Dia adalah teroris, dia adalah seorang kriminal, dia adalah seorang ekstremis. Dia tidak akan memiliki nama ketika saya yang berbicara," ucap Jacinda dikutip dari CNNIndonesia.

Ardern juga mengungkapkan pengganas yang menembak korban dengan senapang serbu AR-15 akan dihukum berat sesuai aturan di negara itu dan keluarga korban akan mendapat keadilan di atas tindakan terror yang tidak berperikemanusian itu.



Tindakan ibu kepada Neve Te Aroha yang pernah menjadi viral saat membondong anaknya itu ke dewan PBB tidak lama dulu mengunjungi lokasi kejadian dan menemui keluarga korban serta komunitas muslim dalam busana gelap dengan kerudung hitam yang menutup kepalanya juga menyentuh hati keluarga korban.

Mereka mengungkapkan Ardern sebagai seorang pemimpin yang punya toleransi tinggi dalam agama dan sangat menghormati kepercayaan setiap warganya.

"Ketika datang, Perdana Menteri menggunakan kerudung. Itu sangat berarti buat kami," ujar Dalia Mohamed, salah seorang kerabat korban, kepada Reuters.

Dengan lantang, Ardern mengungkapkan New Zealand sebagai negara yang menerima imigran 'duduk di rumah' mereka dengan aman.

"Banyak dari korban adalah imigran atau bahkan pengungsi. Mereka memilih New Zealand sebagai rumah. Ini memang rumah mereka.

"Mereka adalah bagian dari kita. Tapi tidak untuk orang yang telah melakukan tindakan keji ini. Mereka tidak punya tempat di sini," ucap Ardern yang juga berusaha mengingatkan agar rakyatnya tidak terprovokasi oleh aksi teror tersebut dan tetap bersatu dalam perbedaan.



Mengungkapkan serangan teror di Christchurch pada Jumat lalu adalah aksi terorisme terburuk di tanah mereka dan terburuk secara global, beliau juga merivisi aturan pemilikan senjata di New Zealand.

Biar sempat menuai kritikan, namun sejumlah warga New Zealand sudah mula menyerahkan senjata mereka ke kepolisian seiring dengan upaya pemerintah untuk memperketat aturan kepemilikan senjata.

Dilansir dari CNN, New Zealand kini resmi mengharamkan semua senjata api semi-otomatis seperti yang diikrarkan Ardern demi keamanan di negaranya.

"Pada 15 Maret, sejarah telah berubah. Kini, undang undang kami juga. Setiap senjata api semi otomatis yang seperti digunakan dalam serangan teror pada Jumat minggu lalu diharamkan," ucap Ardern pada Kamis (21/3/2019).



Sebelumnya, pada Jumat (15/3/2019), pengganas yang telah diamankan menceroboh Masjid Al Noor dan Masjid Linwood dengan melepaskan tembakan ketika umat Islam setempat sedang bersiap untuk melaksanakan salat Jumat.

Merekam perbuatannya dan disiarkan langsung melalui akun Facebook-nya, pria itu telah menewaskan 50 korban yang terdiri daripada komunitas Muslim.

Selain warga New Zealand, salah satu korban yang meninggal dunia adalah warga Indonesia, mendiang Lilik Abdul Hamid.

Hari ini (Kamis, 21/3/2019), kerajaan Malaysia mengumumkan, seorang rakyatnya, Mohd Haziq Mohd Tarmizi, 17, yang sempat dilaporkan hilang telah tewas dalam serangan tersebut.

Sumber: Wolipop, CNNIndonesia, DetikNew.com, CNN
Kredit Foto: Getty Images, AFP, AP, CNN

Oleh: Maliah Surip